Sebuah
kutipan dari seorang dosen sosiologi media, kurang lebih seperti ini :
“Kadang orang atas yang tidak pernah merasakan kesulitan hidup
orang-orang kalangan bawah tidak bisa atau sulit membuat cerita yang menyentuh
dan bermakna”
Beberapa
gabungan kata, yang diucapkan secara spontan, namun bagiku seorang mahasiswa yang
tertarik di mata kuliah yang bapak dosen ajarkan, adalah sebuah ucapan bermakna
yang nyentil dihati, merangsang ke otak, dan muncul anggapan ‘bener banget’.
Bersyukurlah
kalian, ucapkanlah Alhamdulillah bagi kalian, yang hidupnya sederhana dengan
segala sesuatu yang ada dan merasa cukup dengan itu. Bagi kalian, yang tidak
selalu mendongak keatas dan membuat tengkuk pegal. Bagi kalian yang hidupnya
penuh dengan lika-liku, penuh cobaan dan rintangan. Karena dari situ, sungguh
tak hanya satu dua tapi banyak pelajaran yang bisa kita petik hasilnya.
Seperti buah,
ketika kita petik kadang masih sedikit asam, ternyata. Namun, kita bisa saja
menyimpannya beberapa hari hingga buah itu siap dimakan dan dinikmati oleh
indra pengecap dan menimbulkan kepuasan bagi rasa dan perut kita.
Seperti
itulah aku melihat hidup. Mulai dari tersandung, terpeleset, terjelungkup,
terjeduk, dan terguling-guling. Segala hal yang menyakitkan fisik membuat kita
lebih hati-hati nantinya. Karena kita “PERNAH”, maka setidaknya kita bisa
meminimalisasi agar kejadian itu tidak terulang lagi. Dari situ pula,
pengalaman dan pembelajaran berharga bisa kita bagi ke orang lain. Bukan sok
menasihati, bukan sok bijak, bukan sok bak psikologi, tapi dari sharing itu,
kita tahu betapa kita harus bersyukur dengan segala yang terjadi. Kita bisa
memotivasi orang lain, dengan sepatah dua patah dari bibir kita. “karena dulu
aku pernah...”
Itulah,
mengapa aku minat dengan acara tv yang menayangkan kehidupan orang pinggiran
yang penuh dengan makna yang membuka mata dan menggetarkan hati.
Bahwa ketika
kita merasa kurang masih banyak orang yang lebih-lebih kurang namun mereka bisa
menerima dan mengatur segala sesuatu yang mereka miliki. Justru dari merekalah
kita belajar yang namanya “prioritaskan kebutuhan bukan keinginan”. Bahkan aku
kira, didalam keseharian mereka selalu menerapkan prinsip itu.
Roda
berputar, kadang diatas kadang dibawah.
Gedung di
metropilitan ada yang menjulang tinggi ada yang sedang, dan yang rendah.
Not balok di
tangga nada, ada di do, di fa, dan di sol.
Bukan kah
dari situ kita bisa mengambil sebuah makna. Bahwa kehidupan itu kadang suka,
kadang duka, kadang dipuji, kadang dicemooh, kadang diberi senyuman, kadang
diberi uluran lidah.
Oleh karena
itu, bersyukurlah kalian. Dengan hidup sederhana, dengan segala usaha untuk
mencukupi kebutuhan, karena dari cerita kalian banyak orang belajar, banyak
orang mulai membuka mata dan mensyukuri apa apa yang mereka punya, yang bahkan
dulunya mereka sepelekan, mereka anggap selalu kurang dan kurang.
Dengan
sederhana itu, kita bisa selalu mengingat Maha Pencipta, selalu bersyukur
kepada Maha Pemberi, dan selalu mengucap alhamdulillah kepada Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, Allah SWT. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar