• Home
  • Posts RSS
  • Comments RSS
  • Edit
  • Senin, 23 Mei 2011

    Karna dia, mengajariku..

    Butuh banyak luka, banyak air mata, banyak sakit hati, banyak pengorbanan, banyak pengertian, banyak caci dan maki, banyak kata tertahan, banyak kecemasan, banyak kegalauan, banyak kesabaran, dan banyak keterdiaman karna tak sanggup.

    Tidak sekali, bukan dua kali, tak juga tiga kali. Lebih dari itu, lebih dari itu, pahamkah? Banyak rasa yang terasa baru, tidak terbaca, tidak terpahami olehnya. Bukan dengan tanya untuk temukan jawabnya, bukan! Dengan melihat dan mengamati.. dan merasa. Pertajam fungsi hati, optimalkan gunanya sampai batas maksimal. Serasa kehabisan cara untuk menembus batas yang kokoh. Seperti menarik bianglala, mencengkram sang fajar. Mustahil. 

    Belajar. Kata sederhana yang teracuhkan dan tertinggal. Hanya beberapa suku kata. Yang ternyata wajib dilakukan. Agar semua kelar, agar segala kelelahan terkalahkan. Agar tidak semakin banyak hati yang kecewa. 
      
    Tapi.. kadang semua yang kita inginkan tak harus selalu bisa terpenuhi, bukan?  
    Adakala batas tenaga kita terkuras habis tanpa sisa. Adakalanya pundak terlalu terbebani. Adakalanya mata terlalu lelah melihat dan menampung gelora air mata. Adakala kaki lelah berjalan, berlari, berjalan, berlari lagi. Dia berjalan mengikuti irama, tapi dia memintanya berjalan cepat. Dia sudah berjalan cepat, tapi ia memintanya berlari. Dia sudah berlari, tapi ia bilang itu terlalu lamban. 

    Mata nanar yang menatap sedih. Hey tak kau rasakan kah kelelahanku menembus hatimu! Bisakah sekali saja kau menoleh kebelakang? Aku tertinggal terlalu jauh dari tanah setapakmu! Aku mulai kehabisan nafas, karna kau tak hiraukan teriakanku. Aku mulai terjatuh tapi kau memaksaku untuk berdiri. Tapi, bisakah sekali saja kau berbalik arah dan mengulurkan satu tanganmu saja? Dan beri aku senyummu seulas saja? Mungkin aku akan tetap bertahan. Tetap mengikuti langkahmu. Aku berjanji.

     Tapi sayang, kau bairkan berlalu begitu saja. Kau sia-siakan usahaku. Waktuku dan segala kecemasan yang kuhabiskan. Ketika aku menyadari semuanya harus berakhir. Benang merah telah terputus. Harus ada yang mengakhiri, padahal kau yang memulai. 

    Tapi.. kau mengajariku banyak hal. Kau ajarakan aku bagaimana itu seperti cadas. Terlihat kuat diluar, walaupun didalam adalah kerapuhan sejak lama. Kau ajarkan senyuman meski hati mati sejak lama. Kau ajarkan pengorbanan meski waktu dan tenaga disiakan. Kau ajarkan kepura-puraan meski perlu tamparan untuk mengajarkannya. Kau ajarkan bagaimana membuat topeng dengan baik. Kau ajarkan bagaimana berbohong dengan lihai, dan kau ajarkan bagaimana menjadi tameng bagi diri sendiri dan mengenaskannya menjadikan orang lain sebagai tamengmu!

    Dan teriamaksih, karna kau mengajarkanku apa itu cinta dan luka. Terimakasih untuk seluruh cinta yang sempat tulus darimu..

     23.05.2011

    Gadis Kecil

      Gadis berumur delapan tahun itu telah merasakan hatinya berdenyut tidak menentu. Kata artis di tivi itu jatuh cinta, kata temannya itu rasa cinta, kata Ayah Ibunya itu biasa. Dia berfikir kenapa bisa? Kenapa dengan cowok itu? Kenapa dengan dia, kenapa?

      Ketika Ia menyadari bahwa itu salah satu perasaan yang sangat menyenangkan. Dia bisa tersenyum sendiri. Dia bisa malu jika bertemu mata dengannya. Dia bisa tersipu saat berpapasan dengannya. Dia bisa salah tingkah bila diajak bicara olehnya. Dia bisa salah bicara saat dia menanyakan sesuatu.

      Lambat laun dia menemukan sosok cowok lain yang notabene lebiiiih keren. Wow! Dia kereeen sekali. Baim Wong? OH no! Bukan. Teman sekelas yang lain. Kenapa cowok itu bisa mempesona sekali saat berjalan, padahal tidak ada bau wewangian disekitarnya. Kenapa Cowok itu begitu indah terlihat oleh kedua mata gadis kecil itu. Kenapa senyumnya yang polos itu terasa menghangatkan kalbu. Kenapa tawanya itu seperti biskuit yang menggoda, menggema disetiap mimpi. Kenapa semakin cowok itu iseng, semakin gadis kecil itu menyukainya? Semakin dia berbuat konyol, justru hati gadis itu yang bergenderang meluap-luap seakan magma siap meledak. 

      Tidak cukup satu? dua? tiga? ada banyak gadis kecil yang menyukai gelak tawanya, yang mendamba senyum dan sapanya. Tapi mereka menikmati kebersamaan. Tidak peduli siapa saja yang menyukainya. Semakin banyka gadis kecil yang menyukai baginya itu semakin menyenangkan. Karna apa? Ini bukan cinta. Mereka rela membagi, karna menyukai seseorang bersama itu menyengkan. Seperti bermain boneka bersama. Gadis kecil itu memiliki kawan bermain. 
      
      Kedewasaan mengajarkannya. Bahwa hati tak boleh terbagi. Bahwa kesetian adalah utama dan wajib adanya. Kemerdekaan atas kepemilikan diperjuangkan. Kebodohan tak diijinkan merajalela. Berhak atas perasaan dan keseimbangan. Dua menjadi satu, bersama. 

      Suatu saat gadis kecil itu bertanya "Yah, kapan aku boleh punya pacar? Terus kapan boleh diapel?" tanyanya dengan mata yang sepertinya berbinar dan polos.
    Ayahnya terdiam dan menatapnya bingung. Anakkukah ini?
    "Em kalau udah 17tahun kan, Yah? Oke Ayah dan Ibu janji ya. Kalau sudah 17tahun aku boleh pacaran. Oke?" dan gadis itu berlalu begitu saja dengan senyum mengembang dan langkah ringan. Yes 9tahun lagi. Tunggu aku yaaaa.. Teriak hatinya yang berbunga.
      Dan apa kalian tahu? Aku sendiri tertawa meningatnya. Karna gadis kecil itu adalah aku. :p